Welcome to Virtual Life!

Hi! I'm Melin. A lifelong learner, people know me as a content creator. Saya, kata, dan data: tiga hal yang akan banyak dibahas dalam Blog ini. Ambil yang baiknya, buang yang buruknya, semoga bisa bermanfaat ke depannya.

Find Out More Purchase Theme

Profil Saya

Mahasiswa

Tahun 2022 menjadi awal perjalanan pendidikan saya sebagai mahasiswa jurusan D3 Statistika di salah satu kampus kedinasan terbaik di Indonesia, yaitu Politeknik Statistika STIS, Jakarta Timur.

Read More

Content Creator

Saya rutin membagikan informasi seputar personal branding, cerita, pengalaman, dan informasi yang dikemas melalui konten di media sosial.

Read More

Influencer

Mengiringi konten yang saya publikasikan, saya senang membantu memberikan rekomendasi yang bermanfaat sesuai permintaan dan kebutuhan para pejuang mimpi.

Read More

Pengajar

Mengajar adalah salah satu hobi saya. Selain sebagai mahasiswa, rutinitas saya ialah berbagi ilmu dan pengalaman melalui profesi sebagai tutor dalam bimbingan belajar.

Read More

Senin, 19 Februari 2024

Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat: Dukung Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak

Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat: Dukung Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak

Sumber: kumparan.com

Bicara tentang kesehatan masyarakat, air dan sanitasi menjadi dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai gambaran, manusia membutuhkan air untuk minum, mandi, mencuci, dan memasak sehingga akan ada air limbah yang dibuang setiap harinya. Oleh karenanya, diperlukan pengelolaan air bersih yang baik sesuai dengan standar sanitasi. Di sini fasilitas sanitasi yang layak menjadi elemen penting dalam mencegah munculnya bibit penyakit. Akses sanitasi layak menjadi salah satu infrastruktur dasar dalam mendorong kualitas kesehatan di masyarakat. Hal ini semakin menguatkan korelasi antara air dan sanitasi, di mana kualitas air ditentukan oleh kualitas sanitasi.


Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa persentase sanitasi layak secara rata-rata nasional adalah 80,92% dan persentase ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Namun sayangnya, distribusi air bersih di beberapa wilayah Indonesia masih belum merata. Hal tersebut terlihat karena masih adanya kesenjangan antara wilayah dengan akses sanitasi layak tertinggi, yakni DI Yogyakarta (97,12%) dan wilayah dengan akses sanitasi layak terendah, yakni Papua (40,81%).


Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28H ayat 1 bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan menjadi salah satu unsur kesejahteraan yang harus dicapai. Pernyataan ini juga sejalan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 6 bahwa, “Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.” Pada lingkup nasional, air bersih dan sanitasi layak tertuang dalam tujuan ke-6 Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030, yakni “Menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih serta sanitasi berkelanjutan untuk semua”. Ketentuan-ketentuan tersebut tentu harus dibantu dengan mitra terkait bersamaan dengan adanya kerja sama lintas sektor supaya dapat terwujud masyarakat yang sehat.


Dalam hal ini, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 menjadi poros utama dalam mendorong ketercapaian tujuan pembangunan air bersih dan sanitasi layak. Di dalam RPJMN 2020-2024 tertuang komitmen yang menargetkan pencapaian 100% akses air minum layak, termasuk 15% akses air minum aman dan 90% akses sanitasi layak, termasuk 15% sanitasi aman. Pada masa kerja DPR tahun 2014-2019, RUU tentang sanitasi kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia sendiri, masalah sanitasi masih menjadi pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum terselesaikan. Di samping itu, pemerataan akses air bersih dan sanitasi layak bukanlah hal yang mudah dilakukan, para pemangku kebijakan tentu membutuhkan peran serta masyarakat dalam membangun sanitasi berkelanjutan.


Sanitasi layak adalah fasilitas penting untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Sebuah sanitasi disebut layak apabila fasilitas ini memenuhi sejumlah syarat kesehatan tertentu. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam statistik Indonesia 2023, ada beberapa kriteria sanitasi disebut layak:

1. Kloset menggunakan leher angsa

2. Tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik atau septic tank

3. Tempat pembuangan akhir tinja ada instalasi/sistem pengolahan air limbah (IPAL/SPAL).

Fasilitas sanitasi yang layak juga bisa digunakan oleh baik rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain. Sanitasi layak masuk dalam program prioritas Pemerintah Indonesia yang bernama Gerakan 100-0-100. Program ini artinya 100 persen akses air minum layak, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.


Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan rencana kesehatan komprehensif ini adalah melalui Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). STBM merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan dengan metode pemicuan yang bertujuan untuk mencapai kondisi sanitasi total. Berdasarkan buku Pedoman Pelaksanaan Teknis STBM tahun 2012, sumber anggaran STBM diperoleh dari dana pemerintah maupun nonpemerintah, seperti dana sektoral APBN, dana APBD, dana sektoral yang ditransfer ke daerah dalam mendukung program sanitasi, dana terkait proyek air minum dan sanitasi nasional, dana hibah, dan dana yang bersifat kebijakan lokal (dana bantuan). Mengacu pada RPJMN tahun 2020-2024, total dana yang dibutuhkan untuk mencapai target sanitasi hingga tahun 2024 tersebut adalah sebesar Rp404 triliun. Pemerintah Indonesia telah membuat kemajuan besar dalam memastikan jutaan orang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Meskipun demikian, 11 juta orang di Indonesia masih melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS) pada tahun 2023 (BPS, 2023). Mengeliminasi BABS dan menyediakan sanitasi aman telah menjadi target utama dalam RPJMN 2025-2029 dan RPJPN 2045.


Pada mekanisme pelaksanaan STBM di setiap tingkatan, pemerintah pusat merupakan penanggung jawab kegiatan STBM yang dibantu oleh pemerintah provinsi akan memfasilitasi dan memberikan wewenang pelaksanaan dan pengembangan program kepada pemerintah kabupaten. Sedangkan untuk keterlibatan mitra seperti donor, LSM, dan swasta dapat berupa bantuan pembiayaan, advokasi, dan teknis. Namun, seluruh bantuan yang diberikan wajib dikoordinasikan dengan pemerintah daerah. Di sini masyarakat berperan sebagai pelaku utama dari rancangan yang sudah disusun sehingga pemberdayaannya menjadi penting.


Salah satu daerah pelaksanaan program STBM yang dapat dikategorikan baik ada pada Puskesmas Ngantang, Kabupaten Malang. Setelah ditelusuri, tenaga sanitarian setempat memiliki tingkat pengetahuan dan kualifikasi yang sesuai. Proses perencanaan program telah dipersiapkan dengan matang dengan berdasar pada analisis kebutuhan dan studi dari Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Selain itu, sumber dana yang memadai menjadi salah satu penyangga terpenting terlaksananya program. Masyarakat Kecamatan Ngantan yang secara garis besar dikatakan mampu ditunjang bantuan dari pihak swasta dalam mendukung berjalannya program.


Luaran program STBM ini pun memberikan hasil yang cukup memuaskan dari segi kesehatan masyarakat, antara lain terciptanya lingkungan kondusif, program stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) berjalan maksimal, adanya peningkatan penyediaan akses sanitasi secara khusus, dan muncul kemauan masyarakat setempat untuk membangun jamban. Tentu kesuksesan ini tak luput dari kerjasama lintas sektor yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Kecamatan. Keberhasilan program STBM di Puskesmas Ngantang menjadi sebuah pemecah, apabila seluruh wilayah di Indonesia mampu mendapatkan sumber daya yang memadai, sumber dana yang cukup, dan masyarakat yang kooperatif, pembangunan sanitasi berkelanjutan dapat terwujud guna tercapainya Indonesia sehat.


Water Sanitation and Hygiene (WASH) adalah program dukungan pembangunan sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) dalam kerangka kerjasama Pemerintah Indonesia dengan UNICEF. Cikal bakal program ini berawal dari dukungan UNICEF terhadap bencana tsunami di Aceh tahun 2004, yang kemudian dilanjutkan sampai sekarang dengan memperluas cakupan layanan ke daerah luar Aceh, khususnya Indonesia Timur. Tujuan Program WASH UNICEF adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak melalui peningkatan pelayanan sektor air minum dan sanitasi yang layak.


Sumber:

Kemenkes RI. 2023

Badan Pusat Statistik (BPS). 2023

Unicef. 2023

https://www.unicef.org/indonesia/id/laporan/wash-acts-edisi-2023

https://jurnal.ilmubersama.com/index.php/PubHealth/article/view/34/39

https://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JIK/article/view/1470/528


Minggu, 18 Februari 2024

POLEMIK DALAM KARIR PEREMPUAN INDONESIA

POLEMIK DALAM KARIR PEREMPUAN INDONESIA

Kesetaraan gender atau istilah populernya adalah gender equality bukan lagi hal yang asing di telinga bangsa Indonesia. Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki, tetapi kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan, hak-hak, dan kuasa.


Kesetaraan gender merujuk pada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia bertujuan agar keduanya mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Namun, diskriminasi berdasarkan “perempuan” atau “laki-laki” masih banyak terjadi pada seluruh aspek kehidupan.


Dalam hal menempuh karir, perempuan sering kali dihadapkan oleh situasi yang membingungkan. Pertanyaan “Karir atau Keluarga?” kerap dilontarkan kepada perempuan yang berkarir dan mereka dituntut untuk memilih salah satu dari keduanya yang merupakan hal penting dalam hidup. Selain itu, stereotip masyarakat bahwa perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga (IRT) lebih baik daripada menjadi wanita karir dan stigma bahwa perempuan berkarir tidak mengutamakan jodoh atau keluarga dapat menghilangkan motivasi para perempuan untuk terus meraih apa yang mereka inginkan. Menurut Indriyani (2009), perempuan mempunyai dua peran yaitu tradisi dan transisi. Tradisi menyangkut peran perempuan dalam mengurus rumah tangga, sebagai istri, ibu, dan pengelola rumah tangga, sedangkan transisi perempuan sebagai tenaga kerja aktif dalam mencari nafkah sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.


Sebelas tahun terakhir, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, peningkatan tersebut masih belum mampu memperkecil gender gap karena rendahnya kontribusi IPM perempuan dalam IPM nasional. Meskipun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 49 ayat 1 bahwa perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang- undangan, pandangan miring tentang perempuan yang berkarir tidak serta merta luntur. Pengaruh budaya memegang peran penting terhadap pandangan tentang wanita karir. Meskipun secara kodrati tugas perempuan adalah mengurus keluarga, perempuan juga berhak diberikan ruang dan waktu untuk berkiprah atau berkarir guna mencapai cita-citanya sama seperti laki-laki yang berhak mencapai keinginannya tanpa harus memilih keluarga atau karir dan memikirkan sudut pandang masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penting untuk memaparkan polemik yang dihadapi oleh perempuan dalam meniti sebuah karir.


Tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau etnis, namun semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan dalam tingkatan yang berbeda-beda. Gender kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu yang kodrati. Misalnya peran laki-laki sebagai kepala rumah tangga atau kepala keluarga dan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga, yang menempatkan perempuan dalam kerja domestik dan lakilaki dalam kerja publik. Dampak adanya pandangan tersebut menimbulkan bahkan menumbuhkan asumsi diskriminatif terhadap gender. Misalnya, bahwa perempuan (terutama di pedesaan) tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi atau bahkan jika perempuan sudah memiliki pendidikan tinggi pun, tetap dinilai lebih baik kalau berkonsentrasi pada keluarga atau kerja yang bersifat domestik dibandingkan memenfaatkan keahlian dari hasil pendidikan tingginya.


Sudah melewati tahun 2023, tetapi di Indonesia kesetaraan antara laki-laki dan perempuan masih belum sepenuhnya terbentuk. Sebelum Indonesia merdeka, R.A. Kartini telah memelopori dan memerjuangkan hak-hak perempuan agar setara dengan laki-laki. Memang saat ini baik laki-laki maupun perempuan dapat menempuh pendidikan yang sama. Namun, dari data UNESCO diperoleh tingkat sarjana pada laki-laki sebesar 63%, sedangkan perempuan hanya 37%. Tidak hanya itu, masih banyak terjadinya diskriminasi pada perempuan seperti subordinasi, beban ganda, marginalisasi, stereotype, dan lainnya yang bisa terjadi di mana saja.


Menurut Bappenas, salah satu cara untuk mencapai kesetaraan gender adalah dengan meningkatkan peran dan kualitas hidup perempuan dalam pembangunan. Dari aspek tersebut, Bappenas menetapkan sasaran pengukuran Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG) dalam mengevaluasi kesetaraan dan keadilan gender yaitu, pencapaian pendidikan, partisipasi ekonomi dan keterwakilan dalam jabatan publik.

1. Pencapaian pendidikan: angka Partisipasi Murni (APM) di semua jenjang pendidikan telah mencapai 100%, yang berarti bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama untuk bersekolah di semua jenjang pendidikan.

2. Partisipasi ekonomi: berdasarkan Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia tahun 2022, perempuan sebagai tenaga profesional, kepemimpinan, dan teknisi hanya mencapai 76,59% dan sumbangan pendapatan perempuan hanya mentok di 37,22%. Pada tahun 2022, menurut Survei Angkatan Kerja Nasional yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja atau TPAK perempuan lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki, yakni hanya di angka 53,41% dan proporsi laki-laki dalam sektor tenaga kerja formal tercatat hampir dua kali lipat dibanding perempuan.

3. Keterwakilan dalam jabatan publik: berdasarkan Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia tahun 2023, keterwakilan perempuan dalam kursi parlemen adalah 21,6% dan komposisi anggota DPR RI didominasi oleh laki-laki dengan jumlah 575 orang, sedangkan perempuan hanya 124 orang.


Melihat dari hasil tersebut, tingkat perempuan yang bekerja memang lebih rendah daripada laki-laki, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kaca mata budaya yang menganggap bahwa pekerjaan perempuan hanyalah mengurus rumah dan keluarga. Budaya memegang peran penting terhadap pandangan tentang wanita karir. Pepatah 3M membentuk opini bahwa tugas seorang perempuan hanyalah berdandan, melahirkan dan mengurus anak, serta memasak. Meskipun telah dipaparkan dalam Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 49 ayat 1 bahwa perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan, hal tersebut tidak mengubah konsep bahwa pekerjaan perempuan hanya berputar pada mengurus rumah.


Berbicara tentang kedudukan perempuan dalam budaya Jawa, dalam menempuh karir pun, perempuan seringkali dihadapkan oleh situasi yang membingungkan antara memilih karir atau keluarga. Selain itu, prioritas atas hak pendidikan tinggi dalam Budaya Jawa akan diberikan kepada anak laki-laki jika dalam satu keluarga terdapat anak laki-laki dan perempuan. Alasannya pendidikan tinggi merupakan sesuatu yang kondisional, melihat kondisi dan kemampuan keluarga. Jika terlahir dari keluarga yang mampu, maka bisa meraih pendidikan yang sama. Namun, jika hal tersebut terjadi di kalangan keluarga yang tidak berkecukupan, solusi utama adalah dengan memberi pendidikan tinggi kepada anak laki-laki sebagai pemimpin keluarga kelak.


Menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki dan menganggapnya tidak berhak untuk berkecimpung dalam dunia publik merupakan salah satu bentuk kungkungan terhadap perempuan. Pandangan-pandangan terkait perempuan yang timpang saat ini masih banyak sekali dijumpai, terutama dalam masyarakat Jawa Budayaonal. Mereka sangat memegang teguh keyakinan terhadap nenek moyang. Namun, sebagian dari mereka telah menerapkan teori kesetaraan gender dalam mendidik anak-anak mereka.


Pada tahun 2022, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada hari Perempuan Internasional, Bintang Puspayoga, mengajak seluruh masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung kesetaraan gender di Indonesia. Tentunya hal ini tidak bisa terlaksana jika hanya dari sisi pemerintah, diperlukan komitmen yang besar seluruh masyarakat di Indonesia untuk membantu dalam perkembangan kesetaraan gender di Indonesia ini. Padahal menurut Director of Finance and Human Resource Indonesia Stock Exchange Risa Rustam, peningkatan peran serta perempuan dalam dunia kerja dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun untuk mendorong hal tersebut, berbagai hambatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja harus dihilangkan melalui praktik baik kesetaraan gender. Perempuan dapat memanfaatkan SDGs sebagai “alat tagih” kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak perempuan, mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta memperkuat Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Sebagaimana tujuan ke-5 adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Ada 91 target terkait dengan kesetaraan gender, hak asasi perempuan dan anak perempuan.


Kelompok dan organisasi perempuan dapat mendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan dan praktek yang selama ini merugikan perempuan dan belum memperoleh perhatian dari pemerintah maupun legislator seperti perkawinan anak, sunat perempuan. Kelompok dan organisasi perempuan dapat mendorong pemerintah untuk melakukan harmonisasi sasaran dan indikator dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa terhadap target dan indikator dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.  Kelompok dan organisasi-organisasi perempuan dapat menggunakan target dan indikator Agenda Pembangunan berkelanjutan untuk melakukan advokasi gender budget. Perempuan dapat berperan aktif untuk mengawal implementasi dan capaian dari semua tujuan dan target dalam Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan. Dapat disimpulkan bahwa terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ikut turut serta pula memajukan perkembangan Indonesia, juga bisa memberi kesempatan yang sama bagi tiap gender untuk berpartisipasi atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan tersebut.


Sumber:

Bappenas., Kesetaraan Gender Akan Meningkat Bila Permasalahan Gender Terlebih Dahulu Diselesaikan, Jakarta: Bappenas [Internet], 2017 dalam www.bappenas.go.id


Kemenpppa., Mencapai Kesetaraan Gender Dan Memberdayakan Kaum Perempuan, Jakarta: Kemen PPPA [Internet], 2017 dalam www.kemenpppa.go.id


Fiji., Kepala Bappenas Tegaskan Peran Perempuan Dalam Pembangunan Indonesia, Jakarta: Warta Ekonomi [Internet], 2019 dalam https://m.wartaekonomi.co.id


Badan Pusat Statistik (BPS), 2022 dalam https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NDY4IzI=/gender-empowerment-index.html


https://sdgs.bappenas.go.id/perempuan-dan-tujuan-pembangunan-berkelanjutan-sdgs/

https://www.kompasiana.com/alikaramlan0073/646cf2ab08a8b504d8434c52/tahun-2023-kesadaran-gender-equality-masih-rendah-di-indonesia-apa-yang-terjadi

https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/2375/1323

https://tatoterbaruw.blogspot.com/2022/06/terpopuler-86-wanita-karir-jakarta.html



Selasa, 13 Februari 2024

Kabupaten Banjar: Pemilik Persentase Kemiskinan Paling Rendah se-Kalimantan Selatan

Kabupaten Banjar: Pemilik Persentase Kemiskinan Paling Rendah se-Kalimantan Selatan

Sumber: www.vecteezy.com

Sustainable Development Goals (SDG's) merupakan kelanjutan dari Milennium Development Goals (MDG's) yang rampung pada 2015. SDG's dirancang untuk meneruskan pencapaian 8 program MDG's dalam mengatasi tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan global. Melihat tujuan SDG's yang luar biasa, penting untuk mendapatkan dukungan dari semua lapisan masyarakat, mulai dari pemerintahan hingga masyarakat umum. Kampanye dan sosialisasi tentang SDG's harus ditingkatkan agar semua pihak yakin akan pentingnya perubahan.


Salah satu tujuan yang masih menjadi masalah hampir seluruh negara di dunia yaitu mengentaskan kemiskinan, tujuan SDG's urutan pertama. Kemiskinan masih dan akan selalu dipandang sebagai masalah yang serius bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang. Kemiskinan tidak hanya merujuk pada dimensi ekonomi saja, tetapi juga masalah multidimensi. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memandang kemiskinan bukan dari sisi finansial, melainkan suatu kondisi hilangnya pilihan dan kesempatan, pelanggaran martabat manusia, dan kurangnya kapasitas untuk berpartisipasi secara efektif di lingkungan sosial.


Kemiskinan telah menjadi permasalahan serius di Indonesia sejak kemerdekaan hingga saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Menurut BPS, kemiskinan adalah ketidakmampuan perekonomian dalam memenuhi kebutuhan pokok makanan dan non makanan dengan menggunakan pendekatan pengeluaran. Suatu penduduk dikatakan miskin jika rata-rata pengeluaran per kapita bulanannya berada di bawah garis kemiskinan.


Sejalan dengan tujuan SDGs, BPS berperan dalam menyediakan data untuk digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan berkelanjutan. Untuk target SDG yang pertama, BPS menyediakan data kemiskinan. Data tersebut berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan dua kali dalam setahun. Berdasarkan data yang diperoleh, kemiskinan di Indonesia secara statistik mengalami penurunan. Berikut grafik presentase penduduk miskin perkotaan dan perdesaan berdasarkan provinsi di Indonesia Tahun 2023.

Sumber: BPS (diolah)

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa Provinsi Kalimantan Selatan termasuk daerah yang memiliki persentase penduduk miskin rendah. Berdasarkan angka yang dirilis BPS, perlu ditekankan bahwa wilayah perdesaan masih mendominasi tingginya persentase kemiskinan. Dari data tersebut terlihat masih terdapat ketimpangan dalam segi sosial, ekonomi, hingga infrastruktur dan teknologi yang berimbas pada tingginya angka kemiskinan di perdesaan. Dengan angka 4,29%, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin paling rendah regional Kalimantan dan terendah kedua se-Indonesia setelah Bali, berdasarkan data per September 2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel. Untuk lebih jelas, dapat dilihat sesuai peringkatnya sebagai berikut.
Sumber: BPS (diolah)

Jika lebih dirinci sesuai kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Selatan, terlihat bahwa Kabupaten Banjar memiliki persentase penduduk miskin paling sedikit hanya sebesar 2,44%, sedangkan Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan persentase penduduk miskin paling tinggi dibanding daerah lainnya, mencapai 6,25%.
Sumber: BPS Kalsel (diolah)

Selama tiga tahun belakangan ini, persentase penduduk miskin di Kabupaten Banjar terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Meskipun pada tahun 2020 menuju 2021 telah terjadi peningkatan yang drastis disebabkan oleh pandemi Covid-19. Namun, pemerintah daerah Kabupaten Banjar terus berupaya menurunkan angka kemiskinan tersebut hingga tembus di angka 2,44%, yakni angka terendah yang pernah dicapai selama periode 2018-2023.

Kondisi kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan telah menunjukkan adanya perbaikan dalam ukuran tingkat kemiskinan, dalam beberapa tahun terakhir tingkat kemiskinan Kalimantan Selatan cenderung mengalami penurunan dan berada di bawah rata-rata kemiskinan secara nasional. Akan tetapi terjadinya penurunan dalam tingkat kemiskinan belum diikuti dengan adanya penurunan dalam jumlah penduduk miskin. Demi mengentaskan kemiskinan yang ada, pemerintah Kabupaten Banjar melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) akan memvalidkan data melalui program Verifikasi dan Validasi dan Pemanfaatan Pensasaran, Percepatan, Penghapusan Masyarakat Miskin Ekstrem (P3KE).

Sumber:
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan
ppjp.ulm.ac.id
https://diskominfomc.kalselprov.go.id/
https://home.banjarkab.go.id/hapus-kemiskinan-ekstrem-data-akan-divalidkan/





Selasa, 06 Februari 2024

SDGs: Agenda Pembangunan Berkelanjutan untuk Kehidupan yang Gemilang

SDGs: Agenda Pembangunan Berkelanjutan untuk Kehidupan yang Gemilang

Terlepas dari siapa kita, bagaimana peran kita, kita harus tahu... Apa itu SDGs?


Seperti tidak asing di telinga kita, tetapi apakah kita sudah mengenalnya lebih dalam?


Sustainable Development Goals (SDGs) atau di Indonesia dikenal dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) merupakan agenda pembangunan universal yang disepakati dan diimplementasikan oleh negara-negara di dunia demi kebaikan umat manusia dan kelestarian planet bumi. SDGs ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai tujuan pembangunan global yang berakhir pada tahun 2030. Sejauh mana hasil yang telah dicapai dari beragam kegiatan implementasi kesepakatan bersama tersebut, mutlak memerlukan dukungan data sebagai suatu indikator pencapaian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam upaya Indonesia untuk mencapai setiap tujuan pada TPB/SDGs yang dapat dikatakan sangat ambisius tersebut, ada kebutuhan indikator yang dibutuhkan untuk memonitor dan evaluasi setiap kegiatan serta pengambilan kebijakan terkait pencapaian setiap tujuan dari TPB/SDGs.


Pelaksanaan TPB/SDGs telah memasuki sepuluh tahun atau disebut dekade aksi (Decade of Action) sehingga diperlukan upaya percepatan pencapaian target oleh seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai National Statistics Office (NSO) berperan sangat vital dalam hal pengumpulan data, koordinasi, pelaporan, dan validasi statistik untuk TPB/SDGs. Sebagai salah satu negara yang setuju untuk menjalankan SDGs, Indonesia telah menyertakan SDGs dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diterjemahkan ke dalam RPJMN dan RPJMD dan dianggarkan dalam RAPBN maupun RAPBD seperti dijelaskan oleh gambar di bawah.

SDGs dilakukan dengan prinsip universal, integrasi, dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal. Agenda SDGs berisi 17 tujuan dan 169 target yang tersebar ke dalam empat pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu Pilar Pembangunan Sosial, Pilar Pembangunan Ekonomi, Pilar Pembangunan Lingkungan, serta Pilar Hukum dan Tata Kelola. Seluruh tujuan dalam SDGs merupakan suatu integrasi, artinya aksi yang dilakukan di satu bidang akan memengaruhi bidang yang lain. Oleh karena itu, untuk mencapai SDGs diperlukan komitmen global, kolaborasi, dan kerja sama dari berbagai pihak.


Berikut 17 goals/tujuan dan sasaran global SDGs tahun 2030 yang dideklarasikan baik oleh negara maju maupun negara berkembang di Sidang Umum PBB pada September 2015.


1. TANPA KEMISKINAN

Tujuan pertama SDGs yaitu mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Kemiskinan dipandang sebagai suatu situasi dimana seseorang tidak dapat/mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup layak dan bermartabat. Kemiskinan menjadi masalah yang kompleks dan bersifat multi dimensi berkaitan erat dengan kesempatan dan kesejahteraan sehingga masih menjadi salah satu tantangan besar. World Bank mengestimasi bahwa pada tahun 2023 setidaknya hampir 700 juta orang di seluruh penjuru dunia masih hidup dalam kemiskinan ekstrim (pendapatan kurang dari $2.15 per hari). Di Indonesia, jumlah penduduk miskin berada di atas 10%, terutama di Indonesia timur, disertai adanya disparitas ekonomi yang lebar. Masalah lain yang disoroti yakni adanya ketidaksetaraan upah yang diterima perempuan serta masalah kemiskinan yang muncul akibat perubahan iklim, konflik, dan kerawanan pangan.


2. TANPA KELAPARAN

Tujuan kedua SDGs yaitu menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Kelaparan dan kekurangan gizi yang ekstrem masih manjadi tantangan pembangunan di berbagai negara. Kelaparan terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi standar minimal pangan yang dapat disebabkan oleh kurangnya daya beli maupun minimnya ketersediaan pangan yang ada. Pada tahun 2017, diperkirakan terdapat 821 juta orang yang mengalami kekurangan gizi kronis sebagai akibat dari degradasi lingkungan, kekeringan, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, sebisa mungkin menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang tahun.


3. KEHIDUPAN SEHAT DAN SEJAHTERA

Tujuan ketiga SDGs yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Tingkat kesehatan yang tinggi memiliki peran penting bagi pembangunan berkelanjutan. Masyarakat yang sehat tentu dapat beraktivitas dengan maksimal. Sayangnya, masih ditemui adanya kesenjangan dalam kemajuan kesehatan antarnegara. Bahkan, terdapat selisih sebesar 31 tahun antara negara dengan harapan hidup terpendek dan terpanjang. Selain itu, sarana dan prasarana serta pengetahuan kesehatan dasar masyarakat di daerah terpencil, kepulauan, dan perdesaan masih tergolong rendah.


4. PENDIDIKAN BERKUALITAS

Tujuan keempat SDGs yaitu menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Pada tahun 2015, total angka partisipasi sekolah di negara-negara berkembang telah mencapai 91%. Hal ini merupakan suatu prestasi dalam bidang pendidikan. Namun, masih ada PR yang belum terselesaikan seperti pendidikan vokasi yang belum sesuai dengan kebutuhan pasar serta kualitas pendidikan yang tidak merata baik antara negara satu dan yang lain maupun antara sekolah di wilayah Indonesia Timur dan wilayah lainnya. 


5. KESETARAAN GENDER

Tujuan kelima SDGs yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Selama 20 tahun terakhir, UNDP telah menjadikan kesetaraan gender sebagai pusat pekerjaannya. Meskipun jumlah tenaga kerja perempuan telah meningkat secara signifikan, masih ditemui beberapa masalah terkait kesetaraan gender seperti adanya perbedaan perlakuan terhadap perempuan, masih ada pekerja anak, human trafficking, serta minimnya pemanfaatan teknologi dalam pemberdayaan perempuan. Tidak kalah penting terkait dengan isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, tidak hanya karena masalah kesehatan moral atau masalah masyarakat yang ditimbulkan, tapi juga karena ancaman kekerasan domestik yang membuat gerakan dan tindakan perempuan terbatas di dalam rumah sehingga membatasi pilihan hidup mereka. Global Burden of Disease mengestimasi bahwa lebih dari 30% perempuan >15 tahun mendapat pelecehan fisik atau seksual dari pasangannya selama masa hidup mereka. Mengetahui insiden dan prevalensi kekerasan menjadi langkah awal untuk memastikan kebijakan pencegahan tepat sasaran.


6. AIR BERSIH DAN SANITASI LAYAK

Tujuan keenam SDGs yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaah air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Pada tahun 2050, siperkirakan setidaknya satu dari empat orang akan berulang kali mengalami kekurangan air. Di Indonesia, ketersediaan air bersih di wilayah pedesaan sangat tergantung pada sumber air bersih alam dan belum terkelola dengan baik. Masyarakat menggunakan air tanpa mengetahui apakah kualitas air tersebut memenuhi standar. Persentase rumah tangga yang menggunakan layanan air minum yang dikelola secara aman diukur dengan persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum layak (improved basic drinking water source), lokasi sumber air, tersedia setiap diperlukan dan kualitas sumber air memenuhi syarat kualitas air minum.


7. ENERGI BERSIH DAN TERJANGKAU

Tujuan ketujuh SDGs yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern untuk semua.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Seiring dengan bertambahnya populasi, permintaan akan energi meningkat drastis. Perekonomian yang kini masih banyak bergantung pada energi fosil tidak akan bisa bertahan lama, mengingat cadangan energi fosil yang diproyeksikan akan habis pada 2030. Transisi menuju energi terbarukan menjadi jalan untuk mengatasi krisis energi, sayangnya belum semua masyarakat dapat terlayani sesuai kebutuhan, bahkan promosi dan penggunaan energi terbarukan belum digencarkan.


8. PEKERJAAN LAYAK DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Tujuan kedelapan SDGs yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Pada 2018, diperkirakan 172 juta orang di dunia tidak memiliki pekerjaan. Persoalan ekonomi khususnya masyarakat kelas bawah masih cukup besar, karena upah yang diterima kurang dapat memenuhi kebutuhan dasar. Pendapatan per kapita antardaerah masih terdapat kesenjangan, produktivitas ekonomi masih belum merata, dan minimnya kesempatan untuk penduduk dengan keterbatasan fisik. Maka, untuk mencapai tingkat produktivitas ekonomi yang lebih tinggi dilakukan melalui diversifikasi, peningkatan dan inovasi teknologi, termasuk melalui fokus pada sektor yang memberi nilai tambah tinggi dan padat karya. Upaya meningkatkan secara progresif hingga 2030, efisiensi sumber daya global dalam konsumsi dan produksi, serta usaha melepas kaitan pertumbuhan ekonomi dari degradasi lingkungan, sesuai dengan the 10-Year Framework of Programs on Sustainable Consumption and Production, dengan negara-negara maju.


9. INDUSTRI, INOVASI DAN INFRASTRUKTUR

Tujuan kesembilan SDGs yaitu membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan berkelanjutan, serta mendorong inovasi.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Investasi di bidang infrastruktur dan inovasi merupakan pendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Pada tahun 2030, peningkatan infrastruktur dan retrofit industri dengan efisiensi penggunaan sumber  daya dan adopsi yang lebih baik dari teknologi serta proses industri bersih dan ramah lingkungan, dilaksanakan semua negara sesuai kemampuan masing-masing. Dengan lebih dari separuh penduduk dunia kini tinggal di perkotaan, transportasi massal dan energi terbarukan juga semakin penting, begitu pula dengan pertumbuhan industri baru serta teknologi informasi dan komunikasi. Lebih dari 4 miliar orang masih belum memiliki akses terhadap internet, 90% berasal dari negara berkembang. Menjembatani kesenjangan digital ini penting untuk memastikan akses yang setara terhadap informasi dan pengetahuan, mendorong inovasi dan kewirausahaan, serta perbaikan infrastruktur di beberapa wilayah pedesaan dan kepulauan agar lebih memadai.


10. BERKURANGNYA KESENJANGAN

Tujuan kesepuluh SDGs yaitu mengurangi kesenjangan intra dan antar negara.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Ketimpangan pendapatan telah meningkat hampir di semua negara dalam beberapa dekade terakhir, tetapi dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kesenjangan ini memerlukan kebijakan yang tepat untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah, dan mendorong inklusi ekonomi. Masalahnya adalah masih terdapat perbedaan antara hidup layak di kota dan desa, perlakuan yang adil terhadap ibu dan anak, serta akses layanan publik yang tidak merata. Pada tahun 2030, upaya yang ingin dicapai yaitu memberdayakan dan meningkatkan inklusi sosial, ekonomi dan politik bagi semua, terlepas dari usia, jenis kelamin, disabilitas, ras, suku, asal, agama atau kemampuan ekonomi atau status lainnya.


11. KOTA DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN

Tujuan ke-11 SDGs yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Pada tahun 2050, dua pertiga dari seluruh umat manusia (6.5 miliar orang) akan tinggal di perkotaan. Pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai tanpa perubahan signifikan dalam cara membangun dan mengelola ruang kota. Menjadikan kota berkelanjutan berarti menciptakan peluang karir dan bisnis, perumahan yang layak huni dan terjangkau, serta membangun masyarakat dan perekonomian yang tangguh.


12. KONSUMSI DAN PRODUKSI YANG BERTANGGUNG JAWAB

Tujuan ke-12 SDGs yaitu menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Sebagian besar penduduk dunia masih mengonsumsi terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Masih ditemui adanya inefisiensi, borosnya sumber daya alam yang dikonsumsi di Indonesia, serta masih minimnya pemahaman siklus (recycle) untuk keberlanjutan.


13. PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM

Tujuan ke-13 SDGs yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Tidak ada negara yang tidak mengalami dampak drastis perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca meningkat 50 persen dibandingkan tahun 1990. Pemanasan global menyebabkan perubahan jangka panjang pada sistem iklim bumi, yang mengancam konsekuensi yang tidak dapat diubah jika kita tidak bertindak. Sementara itu, masalah lain adalah ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi bencana akibat perubahan iklim seperti banjir, longsor, gempa, dan lain-lain.


14. EKOSISTEM LAUTAN

Tujuan ke-14 SDGs yaitu melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Lebih dari tiga miliar orang bergantung pada keanekaragaman hayati laut dan pesisir untuk mata pencarian mereka. Namun, saat ini 30 persen stok ikan dunia dieksploitasi secara berlebihan, hingga berada di bawah tingkat produksi yang berkelanjutan. Selain itu, masih minimnya implementasi penangkapan ikan dan hasil laut serta belum terlindunginya habitat laut.


15. EKOSISTEM DARATAN

Tujuan ke-15 SDGs yaitu melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Makhluk hidup bergantung pada bumi yang berupa daratan dan lautan sebagai sumber penghidupannya. Setiap tahunnya, 13 juta hektar hutan hilang, sementara degradasi lahan kering yang terus-menerus telah menyebabkan penggurunan di 3.6 miliar hektar lahan yang secara tidak proporsional berdampak pada masyarakat miskin. Meskipun 15 persen lahan dilindungi, keanekaragaman hayati masih terancam. Hampir 7000 spesies hewan dan tumbuhan telah diperdagangkan secara ilegal. Perdagangan satwa liar tidak hanya mengikis keanekaragaman hayati, tapi juga menciptakan ketidakamanan, memicu konflik, dan mendorong korupsi. Tindakan mendesak harus diambil untuk mengurangi hilangnya habitat alami dan keanekaragaman hayati, salah satunya mengefektifkan pengelolaan hutan dan pertanian yang berkelanjutan.


16. PERDAMAIAN, KEADILAN DAN KELEMBAGAAN YANG TANGGUH

Tujuan ke-16 SDGs yaitu menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Kekerasan bersenjata dan ketidakamanan mempunyai dampak yang merusak terhadap pembangunan negara, memengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan seringkali menimbulkan keluhan yang berlangsung selama beberapa generasi. Kekerasan seksual, kejahatan, eksploitasi dan penyiksaan juga kerap terjadi ketika terdapat konflik, atau tidak adanya supremasi hukum, dan negara-negara harus mengambil tindakan untuk melindungi mereka yang paling berisiko. Masalah lain adalah masih belum meratanya sistem tata kelola yang efektif, akuntabel dan transparan, serta bersifat inklusif dan melibatkan berbagai tingkatan pengambilan keputusan.


17. KEMITRAAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN

Tujuan ke-17 SDGs yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

Sumber: dashboard.sdgcenter.unila.ac.id

Meningkatkan akses terhadap teknologi dan pengetahuan merupakan cara penting untuk berbagi ide dan mendorong inovasi. Mengoordinasikan kebijakan untuk membantu negara-negara berkembang mengelola utang mereka, serta mendorong investasi bagi negara-negara kurang berkembang, sangat penting untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, masih perlunya peningkatan kerjasama antarlembaga, pemerintah, masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.


Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen untuk mewujudkan SDGs.  Sebagai wujud komitmen politik pemerintah terhadap agenda SDGs, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) SDGs Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perpres tersebut menjadi komitmen agar pelaksanaan dan pencapaian SDGs dilaksanakan secara partisipatif. Menyadari bahwa pencapaian SDGs tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, maka dibutuhkan kerja sama antarpemangku kepentingan yang meliputi aspek lingkungan, sosial, ekonomi, cover the environment, governance, and partnership issue.


Sesungguhnya SDGs merupakan agenda jangka panjang yang telah dijalankan dan merupakan visi pembanguan di Indonesia. Keikutsertaan Indonesia dalam SDGs bukan sekadar untuk mengikuti program pembangunan berkelanjutan secara global. Tidak akan ada formula tunggal untuk dapat mewujudkannya, maka untuk mencapai target dalam waktu pendek membutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan untuk bekerja keras. Dengan sumber daya yang sangat terbatas, perlu adanya prioritasi tujuan dan target. Prioritas didasarkan pada hal-hal mendesak dan memiliki daya ungkit tinggi. Isu-isu kunci kemudian diterjemahkan dalam aspek kesehatan, pendidikan, proteksi sosial, ketahanan pangan dan bisnis pertanian, infrastruktur, ekosistem dan biodiversity dan dukungan  finansial untuk pemerintah.


Setelah mengenal lebih jauh terkait dengan SDGs, mari kita menjadi agen perubahan untuk masa depan yang lebih baik. Mari bersama-sama mempromosikan pembangunan berkelanjutan, menjaga lingkungan, memerangi ketidaksetaraan, dan memastikan kehidupan yang layak bagi semua orang. Mulai dari tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari hingga kebijakan global, kita semua bisa berkontribusi dalam menciptakan perubahan positif.


Sumber:

sdgs.bappenas.go.id

bappeda.jogjaprov.go.id

www.its.ac.id/drpm/id/pusat/pusat-kajian/sdgs/tentang-kami/

Our Blog

276.800 Likes
Community on TikTok
2370 Followers
Community on Instagram
7530 Followers
Community on TikTok

INFO

Aorta Kedinasan
Talent
Pejuang Pendidik
Intermediary
BlanjaBuku
Affiliate
Bimbel dan TryOut
Brand Ambassador

Contact

Talk to me

Agar silaturahmi tidak terputus, mari kunjungi sosial media saya untuk pembahasan lebih serius. See youu!

Alamat:

Jalan Otto Iskandardinata No.64C, Jakarta Timur

Waktu:

24 jam

Email:

maylinasafitri1@gmail.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat: Dukung Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak

Sumber: kumparan.com Bicara tentang kesehatan masyarakat, air dan sanitasi menjadi dua hal penting yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai gamb...